Sejarah

Warta Gereja

Sejarah Gereja

Di lereng sejuk Gunung Merbabu, terdapat sebuah Paroki yang sudah berdiri cukup lama, yaitu Paroki Santo Paulus Miki Salatiga. Asal-mula paroki ini bermula dari misi para imam Jesuit yang dipimpin oleh Romo Fransiscus van Lith, SJ, sejak akhir abad ke-19, melalui layanan pendidikan dan sekolah – seperti SD Kanisius Cungkup dan Gendongan – karya misionaris tumbuh dan banyak jiwa pun beralih menjadi Katolik. 

Pada 10 Februari 1928, Salatiga resmi memiliki imam tetap, yaitu Pastor Augustus Nolthenius de Man, SJ, yang membangun pastoran sekaligus memperluas rumah ibadat yang ada. Bangunan gereja yang kini dikenal berdiri megah selesai dibangun pada tahun 1952, di bawah kepemimpinan Romo Leopold Maria van Rijckevorsel, SJ. Saat pemberkatan, Uskup Agung Semarang Mgr. Albertus Soegiyapranata, SJ memberikan nama “Sanctae Martires Japon­tientium” atau Para Martir Jepang, sebagai penghormatan kepada 26 orang Katolik Jepang yang menjadi saksi iman pada tahun 1597 di Nagasaki. 

Gereja ini mampu menampung sekitar 600 umat, dengan struktur arsitektur yang unik: dinding kokoh dari tembok, tetapi langit-langitnya terbuat dari anyaman kulit bambu (tabag), mencerminkan sentuhan lokal yang hangat. Di atas tabernakel dan salib, tertulis tulisan melengkung “Asma Dalem Kaluhurna” sebuah ungkapan yang menyatukan identitas lokal dan spiritual. 

Seiring waktu, pelayanan paroki beralih dari imam-imam Jesuit ke Kongregasi Missionarii a Sacra Familia (MSF) sejak tahun 1957. Perluasan terus dilakukan: pada hari Pentakosta tahun 1998, peletakan batu pertama menandai renovasi besar-besaran, yang akhirnya selesai dan diberkati kembali pada 28 September 2000 oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Ignatius Suharyo. 

Nama “Santo Paulus Miki” menjadi semakin populer, menggantikan sebutan awal Para Suci Martir Jepang di kalangan umat lokal. Hari ini, Paroki Santo Paulus Miki Salatiga terus berkembang sebagai komunitas iman yang hangat dan terikat kuat dengan akar sejarahnya — sebuah gereja yang bukan hanya tempat ibadat, tetapi juga saksi dari persaudaraan, pengorbanan, dan harapan abadi